Awal bimbel sebelum ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2009), tidak ada masukan sedikitpun dari siapapun perihal saya akan menjadi apa dan apa yang akan saya pilih dalam ujian masuk perguruan tinggi. Seolah semesta ini tengah meminta pembuktian pada gadis yang baru menginjak dewasa awal tersebut agar memberikan keputusan bijaksana pertama untuk masa depannya sendiri. Dan langsung lah dengan mantap saya menjawab bahwa saya ingin menjadi guru, seorang guru Matematika.Yap, ini sudah saya pikirkan sejak saya SMA. Saya selalu ikut lomba ini itu tentang matematika, selalu aktif dalam bidang tersebut. Yah, walaupun kelas 2 saya tak punya kesempatan ikut Olimpiade Matematika dan membuktikan kemampuan saya- uhuk, soalnya sudah terlanjur gugur duluan pada seleksi sekolah. Wah, parah. Tapi hal tersebut tak mengurungkan niat saya untuk tetap mencintai bidang tersebut.
Namun,
takdir memang sudah digariskan dari awal. Di pertengahan bimbel, saya
bertemu dengan sosok luar biasa. Beliau akrab disapa Kang Arif. Entah
mengapa, saat belajar dengan beliau saya menjadi mudah untuk mengerti.
Selain itu, beliau juga sangat ramah dan baik hati. Sampai-sampai,
beliau memberikan saya dan teman-teman waktu bimbel tambahan di luar
jadwal. Sampai dibelikan sarapan segala-wah, sosok guru yang tidak hanya memberi ilmu tapi juga mengayomi. Tiga sampai empat kali try out (TO) ujian SNMPTN, saya selalu menargetkan pilihan pertama pada Pendidikan Matematika di perguruan tinggi di kota saya. Passing grade-nya termasuk deretan paling tinggi lah. Namun, entah mengapa sebelum TO ke lima, saya dipanggil pihak bimbel. Diberi wejangan-wejangan yang sampai sekarang masih terngiang di telinga saya.
"Mengapa memilih Pendidikan MTK?"
"Kalau memang minat, mengapa ambil yang di daerah. Apa tidak mau coba ke jawa? ITB misalnya?
"Oh, tidak mau ke jawa. Baiklah"
"Tapi kalau memang mau tetap di daerah, mengapa tidak coba masuk FK (Fakultas Kedokteran) saja?"
"Iya, itu memang passing grade tertinggi. Tapi kalau kita mampu, mengapa tidak mencoba?"
"Coba ambil saja FK, nanti pilihan ke-duanya baru ambil Pendidikan MTK"
Setelah percakapan singkat tersebut, saya jadi mulai berpikir dan bimbang. Tak pernah seperti ini sebelumnya. Padahal waktu di SMA, saat teman-teman menanyakan apakah saya mau masuk FK atau tidak, saya malah menjawab dengan cepat bahwa saya tidak sedikitpun tertarik untuk ke sana. Tapi mengapa saat itu saya jadi bimbang?
Akhirnya TO ke-lima saya ambil FK pilihan satu. Dan alhasil, saya memang tidak lulus. Hehe. Susah juga ya mencari nilai setinggi itu. Besoknya, saat saya belajar dengan Kang Arif, beliau juga memberi masukan dan arahan. Agak mengarahkan saya ke Fk juga sih, tapi beliau tidak memaksa. Beliau mengatakan bahwa keputusan itu hendaklah kita sendiri yang mengambilnya karena yang menjalani adalah kita.
Beberapa malam berikutnya, saya menjadi lebih sedikit serius. Mulai menceritakan kepada ibu dan ayah. Komentar pertama beliau mendengar saya mengatakan kalau ingin mencoba memilih FK sebagai pilihan pertama adalah kaget. Beliau berdua menanyakan apa 'mental' saya kuat? Apa saya tidak takut? Dan sebagainya. Jujur, saya tidak memikirkan apa yang akan terjadi belakangan, saya cuma bilang, saya akan mencoba. Lagian, passing gradenya juga terlalu tinggi dan peminatnya juga banyak. Sedikit kemungkinan untuk saya lulus. Lalu juga masalah biaya, orang-orang bilang kalau masuk FK itu bayarnya mahal, biaya praktiknya besar dll. Orang tua juga menanyakan hal itu. Yah, saya sendiri juga bukan berasal dari keluarga yang kaya 'materi', tapi setidaknya saya bilang "kita kan juga kaya, kaya hati, Bu". Hehehe.
Dan, mulai pudarlah kembali niat masuk FK. Sayang sekali kalau tidak jadi masuk hanya karena kendala biaya. Lagi pula niat saya belum terlalu kuat untuk ke sana. Jadi saya tidak terlalu kecewa.
Namun, 1 minggu sebelum penyerahan berkas pendaftaran. Ibu kembali menelpon saya. Beliau menanyakan apakah saya juga akan masuk FK atau tidak. Dengan bijaksana beliau mengabarkan saya bahwa kalau memang saya mau masuk FK, maka pilihlah. Beliau menjelaskan bahwa ada anak temannya yang juga masuk FK, kalau masuk melalui jalur SNMPTN maka biayanya akan sama dengan kuliah di jurusan lain. Jadi dengan kenyataan seperti itu, ibu tidak keberatan saya memilih FK. Tapi hati saya yang tadi sudah mundur kembali bergejolak lagi. Ditambah dengan Uda yang sangat ingin saya masuk FK. "Iya, nanti kalau biayanya banyak, bilang saja sama Uda". Duh, mendengar hal itu saya rasanya langsung mau menangis. Setelah bimbang-bimbang tidak karuan saya juga menemui Kang Arif dan minta pendapat. Kembali ujung-ujungnya keputusan diserahkan ke tangan saya. Haiah...
Dan tidak ada tempat kembali kecuali kepada Sang Pencipta. Beberapa hari saya mohon petunjuk dan dimudahkan dalam memberi keputusan. Sehingga tepat satu hari sebelum pengiriman berkas pendaftaran SNMPTN, saya melingkari FK pilihan pertama, Pendidikan Matematika sebagai pilihan kedua.
Alhasil, alhamdulillah saya diterima pada pilihan pertama dan mulai menjalani kehidupan di Kampus Hijau tercinta.
"Mengapa memilih Pendidikan MTK?"
"Kalau memang minat, mengapa ambil yang di daerah. Apa tidak mau coba ke jawa? ITB misalnya?
"Oh, tidak mau ke jawa. Baiklah"
"Tapi kalau memang mau tetap di daerah, mengapa tidak coba masuk FK (Fakultas Kedokteran) saja?"
"Iya, itu memang passing grade tertinggi. Tapi kalau kita mampu, mengapa tidak mencoba?"
"Coba ambil saja FK, nanti pilihan ke-duanya baru ambil Pendidikan MTK"
Setelah percakapan singkat tersebut, saya jadi mulai berpikir dan bimbang. Tak pernah seperti ini sebelumnya. Padahal waktu di SMA, saat teman-teman menanyakan apakah saya mau masuk FK atau tidak, saya malah menjawab dengan cepat bahwa saya tidak sedikitpun tertarik untuk ke sana. Tapi mengapa saat itu saya jadi bimbang?
Akhirnya TO ke-lima saya ambil FK pilihan satu. Dan alhasil, saya memang tidak lulus. Hehe. Susah juga ya mencari nilai setinggi itu. Besoknya, saat saya belajar dengan Kang Arif, beliau juga memberi masukan dan arahan. Agak mengarahkan saya ke Fk juga sih, tapi beliau tidak memaksa. Beliau mengatakan bahwa keputusan itu hendaklah kita sendiri yang mengambilnya karena yang menjalani adalah kita.
Beberapa malam berikutnya, saya menjadi lebih sedikit serius. Mulai menceritakan kepada ibu dan ayah. Komentar pertama beliau mendengar saya mengatakan kalau ingin mencoba memilih FK sebagai pilihan pertama adalah kaget. Beliau berdua menanyakan apa 'mental' saya kuat? Apa saya tidak takut? Dan sebagainya. Jujur, saya tidak memikirkan apa yang akan terjadi belakangan, saya cuma bilang, saya akan mencoba. Lagian, passing gradenya juga terlalu tinggi dan peminatnya juga banyak. Sedikit kemungkinan untuk saya lulus. Lalu juga masalah biaya, orang-orang bilang kalau masuk FK itu bayarnya mahal, biaya praktiknya besar dll. Orang tua juga menanyakan hal itu. Yah, saya sendiri juga bukan berasal dari keluarga yang kaya 'materi', tapi setidaknya saya bilang "kita kan juga kaya, kaya hati, Bu". Hehehe.
Dan, mulai pudarlah kembali niat masuk FK. Sayang sekali kalau tidak jadi masuk hanya karena kendala biaya. Lagi pula niat saya belum terlalu kuat untuk ke sana. Jadi saya tidak terlalu kecewa.
Namun, 1 minggu sebelum penyerahan berkas pendaftaran. Ibu kembali menelpon saya. Beliau menanyakan apakah saya juga akan masuk FK atau tidak. Dengan bijaksana beliau mengabarkan saya bahwa kalau memang saya mau masuk FK, maka pilihlah. Beliau menjelaskan bahwa ada anak temannya yang juga masuk FK, kalau masuk melalui jalur SNMPTN maka biayanya akan sama dengan kuliah di jurusan lain. Jadi dengan kenyataan seperti itu, ibu tidak keberatan saya memilih FK. Tapi hati saya yang tadi sudah mundur kembali bergejolak lagi. Ditambah dengan Uda yang sangat ingin saya masuk FK. "Iya, nanti kalau biayanya banyak, bilang saja sama Uda". Duh, mendengar hal itu saya rasanya langsung mau menangis. Setelah bimbang-bimbang tidak karuan saya juga menemui Kang Arif dan minta pendapat. Kembali ujung-ujungnya keputusan diserahkan ke tangan saya. Haiah...
Dan tidak ada tempat kembali kecuali kepada Sang Pencipta. Beberapa hari saya mohon petunjuk dan dimudahkan dalam memberi keputusan. Sehingga tepat satu hari sebelum pengiriman berkas pendaftaran SNMPTN, saya melingkari FK pilihan pertama, Pendidikan Matematika sebagai pilihan kedua.
Alhasil, alhamdulillah saya diterima pada pilihan pertama dan mulai menjalani kehidupan di Kampus Hijau tercinta.
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0 komentar:
Posting Komentar