You Are Reading

2

Murah Memberi, Mudah Dapat

Unknown Minggu, 13 Oktober 2013 ,


Ibu sering bercerita kepada kami anak-anaknya. Melalui cerita dan perilakunya, beliau selalu memberikan contoh yang baik agar kami juga mengikuti. Kali ini, setting-an latar ceritanya berada di dapur rumah saya. Pagi tadi, saya, ibu, dan ayah tengah bersama-sama saling membantu membuat masakan. Menu yang ada pagi ini adalah Ikan gulai, samba lado hijau dengan tempe + ikan asin + kentang, dan goreng terong.

Seperti biasa, ada atau tanpa saya, ibu dan ayah selalu memasak bersama. Dahulu, saat ibu masih muda, jadwal masak beliau adalah 2 kali sehari, yaitu sehabis shalat shubuh dan setelah shalat ashar. Kalau beliau memasak pagi-pagi, biasanya ditemani oleh ayah. Beliau berkata takut sendirian. Hehe. Kalau sekarang, Ibu masak ditemani Ayah karena beliau sudah sakit. Tangannya sudah tidak kuat lagi untuk sekedar 'ngulek' sambal. Dan Ayah juga selalu menolong untuk mengukur kelapa. Hehe, pokoknya 'so sweet' gitu lah. Nah, tadi saya juga ikutan nyempil. Mendapat bagian membersihkan ikan, ayam, dll. Cuma dibersihkan saja karena tidak dimasak sekarang, tapi disimpan dulu.

Di tengah acara masak-memasak keluarga tersebut, sesekali ibu menyinggung betapa beruntungnya kami sekeluarga karena sudah 'berhasil' semua. Uhuk, iya saya tau kalau saya belum. Hehe. Ibu berkata bahwa kita harus banyak-banyak bersyukur atas keadaan ini. Kami, anak-anaknya sangat mudah mendapat pekerjaan. Lihat saja Da Deden lulus polisi dengan menjadi lulusan terbaik no 3 se sumatera barat dan no 7 di antara 3 provinsi. Lihat juga Da Andi lulus tes PNS pemda Pasaman, padahal yang diterima cuma 2 orang. Lihat juga Iyon, diterima di kemenkumham, padahal yang ikut tes ribuan dan yang diterima hanya 5 orang. Ah~ kalau boleh mengutip kata para tetangga, 'nasib baik memang menyertai kalian'. Namun, mengapa hal itu bisa terjadi dengan gampangnya?

Banyak bisik-bisik sana sini yang menyatakan kelulusan itu berdasarkan KKN. Ah~KKN dari mana. Coba liatlah kondisi keluarga saya yang sederhana, bagaimana bisa kami melakukan KKN? Saat Iyon lulus kemenkumham, banyak yang tidak percaya. Begitu pula kami sekeluarga. Iyon, adik saya satu-satunya, saya tau anak itu sangat pemalas dalam hal belajar. Tapi bagaimana bisa nilainya tinggi saat tes CPNS? Ayah ibu padahal menyuruh Iyon untuk ikut tes agar dia sedikit punya pengalaman dalam tes. Saat itu Iyon sedangan kuliah di Universitas Bung Hatta Padang. Harapan Ibu waktu itu agar Iyon mengetahui bagaimana kondisi tes dan bagaimana mengurusnya, agar saat tes setelah tamat S1 kelak dia dapat mandiri. Eh, tau taunya lulus. Da Andi juga begitu.

Sempat Ibu bercerita bahwa banyak orang yang ikut tes dengan kemampuan yang mungkin lebih tinggi dari pada Uda dan Adik saya. Banyak yang sudah mengecap pendidikan lebih tinggi dari mereka, dan bahkan banyak juga yang mempunyai pengalaman tes lebih banyak dari mereka. Namun semua tidak hanya bergantung pada itu, bergantung pada 'rezeki', ibu bilang.

Lihatlah, Ayah dan Ibu saya hidup dengan serba kecukupan. Cukup untuk makan, cukup untuk menyekolahkan kami, cukup untuk hidup. Sangat cukup, sampai-sampai hidup kami tidak dapat dikatakan berlebihan. Tidak berlebih dalam hal kendaraan, waktu saya kecil Ayah cuma punya kendaraan Vespa tua kami. Tidak berlebih sampai rumah saya juga tidak dibangun megah, pokoknya tidak lebih. Oleh karena itu, Ibu sangat cekatan mengatur keuangan. Sangat teliti dalam hal kemana uang tersebut dihabiskan. Tapi juga sangat loyal kalau ada yang butuh uang. Artinya tetap perhitungan, tapi tidak pelit.

Sepanjang penglihatan saya, kalau ada saja yang membutuhkan uang, apalagi alasannya kesusahan untuk makan, maka Ibu tanpa pikir-pikir akan menyantuni beliau. Bahkan suatu saat saya pernah mengetahui bahwa Ibu menjual cincin pernikahannya untuk memberikan pinjaman. Hikz, luluh lantak hati saya kalau mengenang kebaikan Ayah ibu. Banyak, banyak sekali kemurahannya yang tercatat dalam ingatan saya dan tak dapat saya tuliskan satu persatu. Beliau berpesan dengan tegas, sebagian dari rezeki yang kita punya, terselip rezeki orang lain juga.

Sederhana, sangat sederhana. Sampai sekarang. 

Walau sederhana, selalu berbagi. 

Itulah pelajaran yang saya dapat selama memerhatikan kedua orang tua saya. Akhirnya saya menyimpulkan, apa-apa yang Ayah dan Ibu berikan pada orang lain ternyata tak akan mengurangi apa-apa dalam hidup kami. Malah segalanya menjadi bertambah. Hal itu saya lihat dari betapa mudahnya rezeki anak-anak Ayah dan Ibu sekarang. Balasan yang diberikan kepada keduanya tidak langsung kepada mereka, tapi pada anak-anaknya. Berharap kami semua juga semurah hati beliau.


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Trma kash ceritanya, menggugah hati.. .:-) sederhana dan tidak pelit

Unknown mengatakan...

:')
orang tua itu, mereka berkorban.

Semoga saat beliau sudah lanjut usia, kita dapat membahagiakannya

Posting Komentar

 
Copyright 2010 Catatan Mahasiswa FK