Archives

5

Ulkus Peptikum

Semut Putih Rabu, 23 Mei 2012


Ulkus Lambung dan Ulkus Duodenum


Defenisi
  • Secara anatomi : Ulkus Peptikum merupakan kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot dari saluran cerna bagian atas.
  • Secara klinis : Ulkus Peptikum merupakan hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter lebih dari 5mm yang dapat diamati secara endoskopi ataupun radiologis.

Epidemiologi
  • Kasus ulkus tersering adalah ulkus duodenum (90%) dan ulkus lambung serta esofagus dan jejunum.
  • Penyakit ini menjadi ancaman besar bagi penduduk dunia dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
  • Angka kejadian pada laki-laki 11-20% dan pada perempuan 8-11%, laki-laki > perempuan (3-4:1). Namun apabila perempuan sudah memasuki masa menopause, maka angka kejadiannya hampir sama.

Etiologi
  • Riwayat keluarga dengan ulkus peptikum
  • Infeksi bakteri H. Pylori
    Bakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan asam di lapisan mukosa karena mempunyai urease khusus. Urease ini digunakan untuk menghasilkan CO2, NH3, HCO3- dan NH4+, sehingga menyangga ion H+ di sekelilingnya. Bakteri ini dipindahkan dari satu orang ke orang lain dan menyebabkan infeksi pada mukosa lambung (gastritis, terutama di daerah antrum). Infeksi dari bakteri ini nanti akan mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sawar epitel, dan pada akhirnya terjadilah ulkus.
  • Obat-obatan (OAINS - Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
    OAINS merupakan kelompok obat-obatan yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau sakit, misal naproxen, ketorolac, oxaproxin, ibuprofen dan aspirin. Orang yang mengkonsumsi OAINS dalam jangka waktu yang lama dan dengan dosis yang tinggi memiliki resiko besar untuk terdinya ulkus. Obat ini menghambat sintesis prostaglandin secara sistemik, termasuk di epitel lambung dan duodenum. Obat ini menurunkan sekresi HCO3- sehingga perlindungan pada mukosa menjadi lemah dan mukosa menjadi rusak. Kerusakan mukosa ini terjadi secara lokal melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa.
  • Hipersekresi asam pada saluran pencernaan
    Kelebihan sekresi dari asam ini dapat mengiritasi mukosa dan menjadi ulkus.
  • Tumor (kanker, lymphoma)
  • Perokok berat
  • Pengguna alkohol
    Menggunakan alkohol dalam jumlah banyak atau dalam konsentrasi tinggi akan merusak mukosa dan menyebabkan ulkus.
  • Stres fisiologik : trauma multipel, sepsis, Stres emosional
    Stres emosional yang disertai dengan merokok, penggunaan OAINS dan alkohol dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsinogen yang dapat mengiritasi mukosa.

Klasifikasi
  • Berdasarkan waktu timbul
    1. Akut
    2. Kronis
  • Berdasarkan letak ulkus
    1. Esofagus (jarang)
    2. Lambung
    3. Duodenum
    4. jejunum (jarang)
  • Berdasarkan bentuk dan besar
    1. Bentuk bulat
    2. Bentuk garis
    3. Bentuk ganda (multiple ulcer)
  • Berdasarkan dalamnya ulkus
    1. Mukosa
    2. Sub mukosa
    3. Muskularis
    4. Serosa

Patogenesis
Faktor Agresif  > Faktor Defensif
  • Faktor Defensif (memelihara keutuhan mukosa)
    1. Lapisan mukosa
      Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 faktor pertahanan :
      • Pre-epitel
      • Epitel
      • Post epitel/sub epitel
    2. Sel epitel permukaan
      Epitel gastroduodenal mengalami iritasi oleh 2 faktor agresif :
      • Perusak Endogen (HCl, pepsinogen/pepsin dan garam empedu).
      • Perusak Eksogen (Bakteri H. Pylori, Obat-obat, kebiasaan  merokok dan alkohol).
    3. Aliran darah mukosa adekuat
      • Mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan dan sumber energi.
      • Sebagai buffer difusi kembali dari asam.
    4. Regenerasi sel epitel
      • Penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam.
      • Sedikit kerusakan epitel mukosa diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel yang rusak.
    5. Prostaglandin
      Prostaglandin berfungsi sebagai :
      • Penghambat produksi asam lambung.
      • Prostaglandin merangsang peningkatan faktor-faktor defensif mukosa melalui mekanisme sitiprotektif.
    6. Pembentukan dan sekresi mukus
      • Mukus adalah pelicin yang menghambat kerusakan mekanis.
      • Barier terhadap asam.
      • Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin).
      • Pertahanan terhadap organisme patogen.
    7. Sekresi bikarbonat
      • Kelenjer lambung mensekresi bikarbonat 24mMol untuk menetralisir keasaman di sekitar lapisan epitel.
  • Faktor Agresif (merusak mukosa)
    1. Asam lambung dan pepsin
      • Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung dan sel peptikum/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang nanti oleh HCl diubah menjadi pepsin.
      • Pepsin dengan pH < 4 sangat agresif terhadap mukosa lambung.
      • Histamin terangsang dan mengeluarkan asam lambung sehingga timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, kerusakan mukosa gaster, gastritis dan ulkus lambung.
    2. Bakteri H. Pylori
      Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral/batang, mikroaerofilik berflagela, hidup pada permukaan epitel, mengandung urease, hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung dan dapat berubah menjadi kokoid.
    3. OAINS
      Obat ini menghambat kerja enzim siklooksigenasi (COX) pada asam arakidonat, sehingga menekan produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan prostaglandin melalui 4 tahap :
      • Menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat.
      • Terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa.
      • Berkurangnya aliran darah mukosa.
      • Kerusakan mikrovaskuler.
    4. Refluks cairan empedu
    5. Rokok

Gejala Klinis
  • Nyeri
    1. Nyeri pekak, persiten, rasa terbakar pada mid epigastrium atau di punggung.
    2. Nyeri hilang dengan makan atau minum antasida, namun apabila lambung sudah kosong dan alkali hilang, nyeri akan kembali timbul.
    3. Nyeri tekan tajam dengan memberikan tekanan kuat pada epigastrium, atau sedikit ke kanan garis tengan tubuh.
  • Pirosis (Nyeri Ulu Hati)
    Sensasi terbakar pada esofagus atau lambung karena eruktasi asam.
  • Muntah
    1. Jarang terjadi pada ulkus duodenum tak-terkomplikasi.
    2. Mungkin didahului mual atau bisa saja tidak.
  • Konstipasi dan Perdarahan
    Sebagai akibat dari diet dan obat.

Diagnosis
  • Endoskopi : Untuk melihat sumber perdarahan dan lesi ulkus.
  • X-Foto dengan Barium Meal : Niche mukosa.
  • Pemeriksaan kuman H. Pylori dengan menggunakan Tes Serologi, CLO (Campylobacter Like Organism), UBT (Urease Breath Test) dan biakan.

Diagnosis Banding
  • GERD
  • Gastritis

Tatalaksana
Sasaran penatalaksanaan adalah dengan mengatasi keasaman lambung.
  • Terapi Konservatif
    1. Diet
      • Makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan sekresi dan dapat menetralisir asam lambung.
      • Makan dalam porsi kecil dan berulang kali.
      • Dilarang makan pedas, asam dan alkohol.
      • Perut tidak boleh kosong/terlalu penuh
    2. Tata Cara Hidup
      • Penderita harus banyak istirahat dan sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi.
      • Bagi yang mengalami dasar kelainan psikis, emosional, sebaiknya perlu ketenangan atau bila perlu dikonsulkan pada ahli jiwa klinik (psikologi klinik).
    3. Merokok
      Sampai sekarang rokok masih belum terbukti sebagai faktor predisposisi terjadinya ulkus. Namun, merokok dapat mengurangi nafsu makan dan dengan menghentikan rokok, dapat meningkatkan nafsu makan. Penderita ulkus yang merokok sebaiknya menghentikan rokoknya supaya membantu proses penyembuhan.
    4. Alkohol
  • Terapi Medikamentosa
    Obat yang digunakan biasanya bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri/keluhan, menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. Jenis obat : Antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H2 reseptor antagonis dan omeprazol, antibiotik.
  • Terapi Pembedahan
    Bertujuan :
    1. Menekan faktor agresif terutama sekresi asam lambung san pepsin terhadap patogenesis ulkus peptikum.
    2. Untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum dan mengoreksi stasis di lambung. 

    Tindakan pembedahan ada 2 macam :
    1. Reseksi bagian distal lambung atau Gastrektomi Sebagian (Partial Gastrectomy)
      • Gastroduodenostomi (Billroth I)
      • Gastroyeyunostomi (Billroth II)
      Akibat dari gastrektomi ini, akan timbul keluhan : refluks esofagal, pengosongan lambung terlalu cepat (sindrom dumping), refluks enterogastrik, gastritis dan kemungkinan timbul Ca lambung di daerah anstomosis.
    2. Vagotomi
      Bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung treutama pada ulkus duodenum.

Komplikasi
  • Perdarahan
  • Perforasi
  • Obstruksi
  • Ca Lambung

Prognosis
  • Apabila penyebab yang mendasari dari ulkus peptikum ini diatasi, maka akan memberikan prognosis yang baik.
  • Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung.
  • Terapi dengan infeksi H.pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat penyakit dengan menurunkan angka kejadian penyakit ini.


Sumber
Gambar (c) google
Kuliah Pengantar Blog 2.6 FK UA
Read More..

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
1

Gastritis

Semut Putih



Gastritis merupakan peradangan mukosa pada lambung.

Klasifikasi dan Etiologi
  • Gastritis Bakterialis
    Merupakan akibat dari infeksi bakteri H.Pylori. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis sementara.
  • Gastritis karena Stres Akut
    1. Gastritis yang paling berat yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
    2. Cedera tidak harus mengenai lambung. Cederanya bisa saja seperti luka bakar yang luas dan bisa menyebabkan perdarahan hebat.
  • Gastritis Erosif Kronik
    Disebabkan karena OAINS, zat-zat yang bersifat korosif, infeksi virus dan bakteri serta pada alkoholik.
  • Gastritis karena Virus atau Jamur
    Bisa terjadi pada penderita yang mengalami penyakit menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan.
  • Gastritis Eosinofilik
    Terkumpulnya Eosinofil (sel darah putih) di dinding lambung karena terjadinya reaksi alergi terhadap cacing gelang.
  • Gastritis Atrofik
    1. Disebabkan oleh antibodi yang menyerang lapisan lambung, sehingga lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh sel yang menghasilkan asam dan enzim.
    2. Biasanya terjadi pada usia lanjut dan pada penderita yang sebelumnya pernah mengalami tindakan bedah (gastrektomi partial).
    3. Gastritis ini bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan vitamin B12 dari  makanan yang masuk ke dalam tubuh.
  • Gastritis Meniere
    1. Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjernya membesar dan memiliki kista terisi cairan.
    2. Sekitar 10% penderita mengalami kanker lambung.
    3. Penyebabnya masih belum diketahui.
  • Gastritis Sel Plasma
    1. Sel plasma terkumpul di dalam lambung dan organ lainnya.
    2. Penyebab masih belum diketahui.

Gejala Klinis
  • Syndrom Dispepsia
    1. Pirosis (Nyeri Ulu hati)
    2. Kembung
    3. Mual dan muntah
    4. Anoreksia
    5. Stres
  • Nyeri Tekan di Epigastrium

Diagnosis
  • Endoskopi : Untuk melihat sumber perdarahan dan lesi.
    Pada endoskopi akan terlihat :
    1. Hiperemesis
    2. Hipersekresi
    3. Refluks empedu
    4. Tidak ditemukan ulkus
    5. Erosi
  • Biopsi : Pengambilan contoh lapisan lambung untuk diperiksa dibawah mikroskop.

Diagnosis Banding
  • GERD
  • Ulkus Peptikum

Tatalaksana
Sasaran penatalaksanaan adalah dengan mengatasi keasaman lambung.
  • Terapi Konservatif
    1. Diet
      • Makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan sekresi dan dapat menetralisir asam lambung.
      • Makan dalam porsi kecil dan berulang kali.
      • Dilarang makan pedas, asam, sayur mengandung gas dan alkohol.
      • Perut tidak boleh kosong/terlalu penuh.
      • Puasakan apabila terjadi melena dan hematemesis.
    2. Stop/Jangan menggunakan OAINS.
    3. Merokok
    4. Alkohol
  • Terapi Medikamentosa
    Obat yang digunakan biasanya bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri/keluhan, menyembuhkan gastritis, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. Jenis obat : Antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H2 reseptor antagonis dan omeprazol, antibiotik.

Komplikasi
  • Perdarahan pada gastritis erosif.
  • Kolik abdomen - nyeri hebat.
  • Dehidrasi karena muntah-muntah hebat dan intake yang kurang.

Prognosis
  • Apabila penyebab yang mendasari dari gastritis ini diatasi, maka akan memberikan prognosis yang baik.
  • Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung.
  • Terapi dengan infeksi H.pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat penyakit dengan menurunkan angka kejadian penyakit ini.


Sumber
Gambar (c) google
Kuliah Pengantar Blog 2.6 FK UA
Read More..

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

Trachoma

Unknown Minggu, 13 Mei 2012


Trachoma merupakan infeksi konjungtiva karena infeksi dari Clamydia trachomatis serotipe A, B, Ba, dan C.

Epidemiologi
  • Merupakan salah satu penyakit paling tua di dunia, ditemukan sejak abad ke-27 SM dan mengenai semua  bangsa.
  • Merupakan penyakit menahun paling banyak dijumpai dengan 300-600 juta.
  • Paling banyak terdapat di daerah Afrika, suku Aborigin, dan sebagian Asia.

Etiologi
  • Clamydia Trachomatis
  • Predisposisi dan penyebaran : kontak langsung, lalat atau nyamuk, higiene perorangan, cuaca, lingkungan.

Patofisiologi
Agen infeksi => masa inkubasi rata-rata 7 hari (atau 5-14 hari). Timbulkan infeksi dan dapat juga mengakibatkan keratitis epitel superior, keratitis subepitel, pannus, folikel limbus superior, dan akhirnya sisa sikatrik patognomonik pada folikel ini dikenal sebagai Sumur-Sumur Herbert (depresi kecil dalam jaringan ikat di batas limbus, ditutupi epitel).
Sumur Herbert
Sikatrik konjungtiva dapat mengakibatkan penarikan dan akhirnya terjadi trikiasis (pembalikan bulu mata ke arah dalam). Lama-kelamaan, bulu mata akan terus menggesek kornea dan mengakibatkan gangguan pada film air mata.

Gejala Klinis
  • Terdaoat folikuler dan parut konjungtiva.
  • Sumur-sumur Herbert
  • Kasus yang berat dapat terjadi trikiasis.
  • Keratitis
  • Panus = infiltrasi neovaskularisasi di limbus. Combs appearance = seperti sisir.
    Panus (neovaskularisasi)
  • Pada bayi dan anak-anak timbul diam-diam, dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi.
  • Pada orang dewasa, timbul akut atau subakut dan komplikasi sangat cepat berkembang. 
  • Pada saat timbul, gejalanya mirip dengan konjungtivitis bakterial seperti mata berair, fotofobia, aksudasi, kemosis, hiperemis, folikel tarsal dan limbal, nodus preaurikuler kecil dengan nyeri tekan.
Untuk menentukan trachoma sudah endemik di suatu keluarga atau masyarakat adalah sekurang-kurangnya menunjukkan dua tanda dari :
  • Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal pada palpebra superior.
  • Parut konjungtiva khas (seperti bintang dengan garis-garis = Arlt's line) di konjungtiva tarsal superior
  • Folikel limbus atau sekuelenya (sumur Herbert)
  • Pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas di limbus atas. (panus= infiltrat neovaskularisasi)
WHO mengembangkan cara sederhana memeriksa penyakit tersebut :
  • TF => Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior
  • TI => Infiltrasi difus dan hipertrofi papiler konjungtiva atas sekurang-kurangnya menutupi 50%  pembuluh profunda normal.
  • TS => Parut konjungtiva trachomatosa
  • TT => Trikiasis atau entropion
  • CO => Kekeruahan kornea.
Keterangan :
  1. Bila ada TF dan TI => menunjukkan trachoma infeksi aktif yang harus diobati
  2. TS => bukti cedera karena penyakit ini
  3. TT => berpotensi menyebabkan kebutaan dan indikasi dari koreksi bedah palpebra.
  4. CO => lesi terakhir yang membutakan dari trachoma

Diagnosis
  • Anamnesis dan pemeriksaan fisik => tanda dan gejala klinis
  • Pemeriksaan Lab
    • Pulasan giemsa => terdapat inklusi klamidia (tidak selalu ada)
    Pulasan antibody fluorescein dan tes imuno assay => tampak agen trachoma mirip dengan agen konjungtivitis inklusi namun dapat dibedakan dengan mikrofluorescens.

Tatalaksana, pilih salah satu pengobatan :
  • Dewasa
    • Tetracyclin 1-1,5 g/hari per os dalam empat dosis selama 3-4 minggu
      Jangan digunakan pada anak dibawah 7 thn dan wanita hamil karena tetrasiklin mengikat kalsium pada gigi yang berkembang dan tulang yang tumbuh serta berakibat gigi permanen menjadi kekuningan dan kelainan rangka.
    • Doxycyclin 100 mg per os dua kali sehari selama 3 minggu
    • Azithromycin 1 gr single dose 3 minggu
  • Anak
    • Azythromycin oral 20 mg/kgBB single dose selama 3 minggu
    • Erytromicyn oral 40 mg/kgBB/hari3 minggu
  • Salep atau tetes topikal (preparat sulfonamid, tetracyclin,  erythromicyn, empat kali selama 6 minggu sama efektifnya).

Komplikasi
  • Parut konjungtiva
  • Kerusakan duktus kelenjar lakrimal
  • Trikiasis
  • Entropion
  • Ulserasi kornea
    Trachoma with Ulcer

Prognosis
  • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.
  • Hati-hati penularan !

Pola pikir
  • Bila ada pasien mengeluh mata perih, merah, berair => anamnesis dan pemeriksaan fisik => bila endemik trachoma, temukan 2 dari 4 tanda (folikel, panus, sumur Herbert, sikatrik => lakukan pemeriksaan lab => pastikan penyakit => tatalaksana.


Sumber
Gambar (c) google
Kuliah Pengantar Blok 3.6 FKUA
Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
Read More..

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

Neonatorum Conjungtivitis Gonorhoe

Unknown


Konjungtivitis Neonatorum GO merupakan peradangan konjungtiva pada bayi yang baru lahir.

Epidemiologi
  • 1 : 100 kelahiran (padang.red).

Etiologi
  • Penularan lewat jalan lahir (pervaginam)

Patofisiologi
Ada 3 stadium perjalanan penyakit :
  1. Stadium infiltratif => 1-3 hari
    • Sekret serosa, bisa berdarah, edema dan hiperemis pada palpebra dan konjungtiva, blefarospasme (kedutan = kontraksi otot mata secara berulang tanpa disadari),injeksi konjungtiva hebat, pseudomembrane, kelenjar preaurikuler membesar, demam.
  2. Stadium supuratif/ purulenta => 2-3 minggu
    • Sekret sangat purulent , berdarah, dan proyektil.
  3. Stadium konvalesen / penyembuhan => 2-3 minggu
    • Gejala berkurang.

Gejala Klinis
  • Gejala klinis mulai muncul 2-4 hari setelah kelahiran.

Diagnosis
  • Anamnesis dan pemeriksaan fisik
    • mata tidak dapat membuka dan terdapat banyak sekret purulent.
    • demam
  • Pemeriksaan Lab : pulasan konjungtiva untuk melihat kuman.

Tatalaksana
  • Rawat dan isolasi pasien.
  • Periksa pulasan konjungtiva sekali 2 hari, temukan Neiseria Gonorhoe diplokokus gram negatis intra dan ekstra sel.
    • Bila ditemukan ekstra sel => masih akut
    • Bila ditemukan intra sel => sudah dibiarkan lama
  • Bersihkan sekret setiap seperempat jam dengan kapas basah atau irigasi dengan larutan fisiologis hangat. Setelah itu tetes antibiotik seperti penicilin  G setiap jam sampai keadaan akut teratasi
  • Beri antibiotik sistemik Penicilin G 50-100.000 unit/kg/hr selama 7 hari.
  • Bila pemeriksaan kuman 3x berturut-turut sudah negatif, pasien dapat dipulangkan
  • Kedua orang tua konsulkan ke bagian kulit kelamin.

Prognosis
  • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

Pola pikir
  • Bila ada pasien bayi yang berumur beberapa hari dengan keluhan sekret pada mata dan sangat purulent => anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab untuk memastikan => Bila terdapat kuman N. Gonorhoe => tatalaksana.


Sumber
Gambar (c) google
Kuliah Pengantar Blok 3.6 FKUA
Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
Read More..

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
2

Anus Imperforata (Atresia Ani)



Anus Imperforata


Anus Imperforata atau Atresia Ani merupakan kelainan kongenital anus dimana tidak terdapatnya lubang anus karena kegagalan pemisahan kloaka pada masa embrional. Kelainan ini sangat mudah diketahui, namun bisa juga terlewatkan karena kurangnya pemeriksaan pada perineum.

Epidemiologi
  • Orang tua yang mempunyai gen karier terhadap kelainan ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan kepada anaknya.
  • 30% Anak dengan kelainan genetik, kelainan kromosom atau kelainan kongenital lain yang juga beresiko untuk menderita atresia ani.

Etiologi
  1. Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tapi ada beberapa pendapat yang menyatakan penyebab dari atresia ani ini dikarenakan gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

Klasifikasi
  1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
  2. Membran anus yang menetap
  3. Anus imperforata atau ujung rektum yang buntu
    Hampir selalu disertai dengan fistula. Pada perempuan sering ditemukan fistula rektovaginal,  jarang rektoperineal dan tidak pernah rektourinarius. Sedangkan pada laki-laki sering ditemukan fistula rektourinarius dan berakhir di uretra, jarang rektoperianal.
  4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang buntu

Patofisiologi
  • Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang, ujung ekor berkembang menjadi kloaka yang nanti akan menjadi genitalia dan anorektal. Terjadinya atresia ani karena tidak adanya kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon pada minggu 7 sampai 10 kehamilan.
  • Kegagalan migrasi disebabkan juga karena kegagalan dalam agenesis sacrum dan abnormalitas pada uretra dan vagina.
  • Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan feses tidak bisa keluar dan pada akhirnya intestinal mengalami obstruksi.

Gejala Klinis
  • Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam pertama setelah lahir.
  • Bayi tidak bia mengeluarkan mekonium semenjak lahir.

Diagnosis
  • Pada pemeriksaan fisik :
    1. Anus akan tampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi.
    2. Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh suatu jaringan.
    3. Pada auskultasi akan terdengar hiperperistaltik
  • Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi ditemukan :
    1. Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menandakan terdapatnya obstruksi di daerah tersebut.
    2. Tidak ada bayangan udara dalam pelvis pada bayi baru lahir. Pada anak yang mengalami anus imperforata atau atresia ani, gambaran udara terhenti tiba-tiba pada daerah sigmoid, kolon atau pun rektum.
    3. Dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral, bayi diangkat dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas (Wangensteen dan Rice). Pada anus diletakkan benda yang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan bayangan yang tertinggi dapat diukur.

Tatalaksana
  • Eksisi membran anal
  • Bila didapatkan fistula, maka dilakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi atau evaluasi.

Prognosis
  • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.


Sumber
Gambar (c) google
Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 1. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 3. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Read More..

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0

Penyakit Hirschprung (Megakolon Kongenital)




Penyakit Hirschprung (Megakolon kongenital) merupakan suatu penyumbatan yang terjadi pada usus besar karena tidak terdapatnya sel ganglion Auerbach dan Meissner. Penyakit ini lebih dikenal dengan Aganglionalis Kongenital.

Epidemiologi
  • Penyakit Hirschprung ini merupakan gangguan pasase usus tersering pada neonatus. Khususnya terjadi pada bayi aterm dengan berat badan lahir lebih kurang dari 3000kg.
  • Sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1.
  • Terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.
  • Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tunggal, jarang terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lain.

Etiologi
  • Tidak terdapatnya sel ganglion Auerbach dan Meissner yang menyebabkan tidak adanya gerakan peristaltik untuk mendorong bahan makanan yang sudah dicerna, sehingga terjadinya penyumbatan.

Klasifikasi
  1. Penyakit Hirschprung segmen pendek
    Segmen aganglionalis dimulai dari anus sampai sigmoid. Terjadi pada 70% dari kasus Penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada laki-laki.
  2. Penyakit Hirschprung segmen panjang
    Daerah aganglionalis ini bisa melebihi sigmoid, bahkan lebih parahnya bisa mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada laki-laki dan perempuan.

Patofisiologi
  • Kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion Meissner dan Auerbach pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionalis hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Keabnormalan ini akan menyebabkan tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan evakuasi usus spontan serta spingter rektum tidak dapat berrelaksasi. Sehingga mencegah keluarnya feses secara normal dan menyebabkan adanya akumulasi pada usus serta distensi pada saluran cerna.
  • Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
  • Bahan makanan yang sudah dicerna akan masuk ke segmen aganglionalis, feses terkumpul di daerah tersebut dan menyebabkan dilatasi bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu.

Gejala Klinis
  • Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam pertama bayi lahir), perut kembung atau membuncit dan muntah berwarna hijau.
  • Gejala pada kelainan ini timbul pada umur 2-3 hari dan dapat terjadi gangguan pernapasan serta dehidrasi.
  • Kadang ditemukan keluhan diare/enterokolitis kronik pada anak yang sudah besar.

Pemeriksaan Colok Dubur
  • Sangat penting dilakukan. Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan serta pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau feses yang menyemprot.

Pemeriksaan Penunjang
  • Foto Polos Abdomen Tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
  • Barium Enema sangat penting dan harus dilakukan secepatnya, karena pada pemeriksaan ini dapat melihat 4 hal yang penting untuk mengetahui panjang segmen yang terkena dan menentukan tindakan pengobatan.
    4 hal tersebut:
    1. Melihat daerah transisi.
    2. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di segmen menyempit.
    3. Enterokolitis pada segmen yang melebar.
    4. Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

Diagnosis
  • Pemeriksaan Histo-patologi, yaitu tidak terdapatnya sel ganglion Auerbach dan Meissner, yang dapat dilakukan dengan jalan:
    1. Biopsi Hisap
      Mukosa sampai dengan submukosa diambil dengan menggunakan alat penghisap dan selanjutnya dicari sel ganglion pada daerah mukosa. Keunggulan cara dengan biopsi ini tidak menyebabkan traumatik, mudah dan dapat dikerjakan di Poliklinik. Kekurangannya adalah sukarnya mencari sel gangglion itu sendiri.
    2. Biopsi Otot Rektum
      Cara ini dilakukan dengan mengambil lapisan otot dan anak dalam keadaan tidak sadarkan diri (dianastesi). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan potong beku dan bersifat traumatik.
  • Pemeriksaan Aktivitas Enzim Asetilkolin Esterase dari hasil biopsi hisap
    Pada kelainan ini, khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin esterase.
  • Pemeriksaan Aktivitas Norepinefrin dari jaringan biopsi usus
    Usus yang aganglionalis akan menunjukkan peningkatan aktivitas enzim tersebut.

Diagnosis Banding
  • Keterlambatan keluarnya mekonium terjadi pula pada sindrom sumbatan mekonium, neonatal small left colon syndrome, hipotiroid, inssufisiensi adrenal, ileus paralitik akibat sepsis dan atresia duodeni

Tatalaksana
  • Pengobatan konservatif
    Tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara teratur. Tapi tindakan ini dapat mengaburkan gambaran barium enema yang akan dilakukan.
  • Kolostomi
    Tindakan Operasi darurat yang dilakukan untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi defenitif.
  • Operasi defenitif
    Dilakukan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus yang sehat ke arah anus. Cara ini dikenal dengan pull through (Swenson, Renbein dan Duhamel).

Komplikasi
  • Obstruksi Usus
  • Konstipasi
  • Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
  • Enterokolitis

    Prognosis
    • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

    Sumber
    Gambar (c) google
    Embriologi Kedokteran Langman edisi ke-7
    Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 1. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
    Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 3. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
    Read More..

    Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
    0

    Atresia Duodeni





    Atresia Duodeni adalah kegagalan pembentukan lumen duodenum pada minggu 4 sampai minggu 5 masa kehamilan. Kelainan ini biasanya terjadi di bawah ampula vateri.

    Epidemiologi
    • Kelainan ini terjadi pada 1 dari 10.000 kelahiran (25% - 40% dari semua atresia saluran cerna).
    • 50% terjadi pada kelahiran prematur.

    Etiologi
    1. Kemungkinan karena kegagalan rekanalisasi.
    2. Terganggunya suplai darah sehingga satu segmen usus tidak berkembang dan menyebabkan penyempitan bahkan sampai hilangnya satu segmen usus tersebut.

    Gejala Klinis
    • Muntah proyektil dan berwarna kehijauan oleh karena empedu semenjak 24 jam pertama setelah lahir.
    • Adanya riwayat polihidramnion.
    • Perut bagian epigastrik membuncit.
    • Dehidrasi.
    • 1/3 dari kasus ini mengalami ikterik.

    Diagnosis
    • Pada foto polos abdomen posisi tegak akan terlihat pelebaran lambung dan bagian proksimal duodenum yang dikarenakan adanya udara (double bubble appearance).

    Tatalaksana
    • Sebelum operasi, lambung dikosongkan terlebih dahulu dan diberikan cairan intravena untuk memperbaiki keseimbangan air dan elektrolit.
    • Operasi yang dilakukan yaitu duodenostomi atau duodenoyeyunostomi.



    Sumber
    Gambar (c) google
    Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 3. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
    Kuliah Pengantar Blog 2.6 FK UA
    Read More..

    Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
    1

    Konjungtivitis

    Unknown


    Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva

    Epidemiologi
    • Paling sering ditemui.

    Klasifikasi 
    1. Konjungtivitis hiperakut => hitungan jam - hari
      Contoh :
    2. Konjungtivitis akut
      Contoh :
      • Konjungtivitis Kataralis Acute/ Bakteri
      • Konjungtivitis Inklusi pada Neonatus
      • Konjungtivitis Inklusi pada Dewasa
      • Konjungtivitis Folikular Akut
        • Pharyngo Conjungtivitis Fever (PCF)
        • Epidemic Kerato Conjungtivitis (EKC)
        • Herpes Simplex Kerato Conjungtivitis
        • Newcastle Conjungtivitis
        • Inclusion Conjungtivitis
        • Other Clamydia Infection (zoonoses)
        • Acute Hemorrhagic Conjungtivitis (ACH)
    3. Konjungtivitis kronis
      Contoh :
      • Konjungtivitis folokularis kronik
        • Trachoma
        • Non Trachoma
          • Konjungtivitis inklusi kronik
          • Konjungtivitis folikular toxic
          • Konjungtivitis virus lain
      • Konjungtivitis bakteri kronik
        • S. Aureus
        • Syphilis
        • TB


    Etiologi
    1. Agen infeksi : virus, bakteri, jamur
    2. Imunologi (alergik)
    3. Autoimun
    4. Iritatif : zat kimia
    5. Berhubungan dengan penyakit sistemik
    6. Idiopatik

      Patofisiologi
      Bila konjungtiva terpapar agen infeksi => melakukan perlawanan dengan:
      • Film air mata => unsur berairnya mengencerkan materi infeksi
      • Air mata => mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibodi (IgG dan IgA). 
      • Mukus => menangkap debris
      • Pompa palpebra => hanyutkan air mata ke duktus air mata.
      Agen perusak => akibatkan kerusakan epitel konjungtiva, serta dapat pula membuat edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertropi epitel, atau granuloma. Selain itu, edema dapat juga terjadi pada stroma konjungtiva (kemosis = edema konjungtiva) dan hipertropi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel).
      Sel radang (neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan sel plasma) bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel permukaan. Selanjutnya, sel-sel tersebut bergabung dengan fibrin dan mukus sel goblet membentuk eksudat konjungtiva yang mengakibatkan perlengketan tepian palpebra (terutama pagi hari).
      Pada konjungtivitis alergik, eosinofil dan basofil sering ditemukan dalam biopsi konjungtiva

      Gejala Klinis
      • Sensasi benda asing : sensasi tergores, panas, penuh di sekitar mata, gatal, mata berair.
      • Hiperemia => tanda paling mencolok pada konjungtivitis akut. Kemerahan akan tampak nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus (akibat dilatasi pembuluh ponjungtiva posterior = injeksi konjungtiva). Bila dilatasi perilimbus atau injeksi siliaris => menandakan radang kornea atau struktur yang lebih dalam).
        • Merah terang => indikasikan konjungtivitis bakterial.
        • Bila keputihan mirip susu mengindikasikan konjungtivitis alergika.
        • Hiperemia tanpa infiltrasi sel mengindikasikan iritasi oleh penyebab fisik seperti angin, matahari, asap, dll.
      • Fotofobia
      • Jika ada sakit, pertanda kornea terkena. Sakit pada corpus siliaris dan iris mengesankan terkenanya kornea. 
      • Eksudasi => ciri semua konjungtiva akut.
        • Pada konjungtivitis bakterial => eksudatnya berlapis-lapis dan amorf (tidak berbentuk).
        • Pada konjungtivitis alergika => eksudatnya berserabut
        Bila eksudat mengakibatkan palpebra saling melengket (terutama setelah bangun tidur), kemungkinan disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
      • Secret pada mata :
        • Serosa => akibat virus
        • Mukosa dan purulent => akibat bakteri
      • Pseudoptosis => turunnya palpebra superior karena inflitrasi ke muskulus Muller. Dijumpai pada konjungtivitis berat seperti trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.
      • Hipertropi papila => reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut halus. Pada penyakit yang mengalami nekrosis (seperti trachoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.
        • Konjungtiva papiler merah => mengesankan penyakit bakteri atau clamidia
        • Papil besar poligonal dapa konjungtiva tarsus superior mengindikasikan keratokonjungtivitis vernal.
        • Papil pada inferior indikasikan keratokonjungtivitis atopik
      • Kemosis => indikasikan konjungtivitis alergika. Namun dapat juga pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada konjungtivitis adenovirus. Kemosis konjungtiva bulbi terlihat pada  pasien trikinosis. Kadang kemosis muncul sebelum ada infiltrat atau eksudat.
      • Folikel (hiperplasia limfoid lokal berupa struktur kelabu atau putih yang avaskuler dan bulat) => kebanyakan pada konjungtivitis karena virus.
        (Hanya viral dan laergi yang punya. Kecuali GO)
      • Pseudomembran dan membran =. hasil proses eksudatif berupa pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel. Bila diangkat, epitel akan tetap utuh (mudah diangkat).
      • Granuloma (adalah lesi makrofag epithelioid berupa nodul kecil yang merupakan reaksi peradangan lokal dari suatu jaringan tubuh = jaringan granulasi menyerupai tumor jinak). Selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion.
      • Phlyctenula (plikten) => reaksi hipersensitif terhadap mikroba (misal : staphylococcus). Awalnya terdiri dari perivaskulitis dengan bungkusan limfositik pada pembuluh darah. Bila keadaan ini sampai mengakibatkan ulkus pada konjungtiva, dasar ulkus dipenuhi leukosit polimorfonuklear.
      • Adenopati pre-aurikuler => adalah tanda penting konjungtivitis. Sebuah nodus preaurikuler jelas tampak pada sidrom okulogular Parinaud dan jarang pada keratokonjungtivitis epidemika.
        Kelenjar limfe pre-aurikuler => nyeri tekan.
      • Simblefaron (adhesi konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi) dan ankiloblefaron (fusi antara satu palpebra dengan palpebra lain).

        Diagnosis
        • Anamnesis dan lakukan pemeriksaan fisik untuk identifikasi gejala klinis dari konjungtivitis.
        • Pemeriksaan Lab :
          • Pulasan:  gram, giemsa, KOH
          • Kultur
          • Sentivitas test

        Tatalaksana
        • Konjungtivitis biasanya hilang sendiri. Tapi tergantung pada penyebabnya, terapi dapat meliputi antibiotika sistemik atau topical, bahan anti inflamasi, irigasi mata, pembersihan kelopak mata atau kompres hangat.
          Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Instruksikan kepada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian menyentuh mata yang sehat, untuk mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk dan sapu tangan baru yang terpisah.

        Komplikasi
        • Jaringan parut pada konjungtiva
        • Kerusakan dukstus kelenjar lakrimal
        • Parut dapat juga mengubah bentuk palpebra superior dengan membalik bulu mata ke dalam sehingga menggesek kornea => komplikasi lanjut : ulkus.

        Prognosis
        • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi serta penularan terutama pada infeksi mikroorganisme, maka prognosisnya akan baik.

        Pola pikir
        • Bila ada pasien mengeluh mata perih, berair, merah, terdapat sekret => periksa dan pastikan apakah tanda-tanda di atas terdapat pada pasien. Bila yakin konjungtiva meradang, pastikan penyebabnya apa (agen infeksi, alergi, autoimun, dll) => tatalaksana sesuai etiologi.

        Sumber
        Gambar (c) google
        Kuliah Pengantar Blok 3.6 FKUA
        Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
        Read More..

        Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
        0

        Hemorrhoid




        Hemorrhoid (wasir atau ambeien) merupakan dilatasi  vena (varises) dan peradangan pada daerah rektum / anus.

        Epidemiologi
        • USA : 40 - 80% terjadi pada pekerja kantor,  10 - 37% pada dewasa dan 50% pada usia besar dari 50 tahun.
        • Eropa : 10 - 20% menjalani intervensi bedah.

        Etiologi
        • Obstruksi Vena
        • Prolaps (benjolan) bantalan anus
        • Keturunan
          Dilihat dari kebiasaan keluarga : cara makan (diet rendah serat dan cara BAB).
        • Diet dan geografis
          Angka kejadian tinggi pada negara barat dan rendah pada negara berkembang.
        • Kebiasaan defekasi
          1. Suka duduk di toilet 10 - 15 menit sambil baca koran pagi.
          2. Ingin mengeluarkan semua feses.
          3. Mengedan yang panjang.
          4. Obstipasi (konstipasi / sembelit) menahun.
        • Tonus spingter anus
        • Kehamilan
          Dikarenakan adanya perubahan hormonal.

        Klasifikasi
        • Stadium 1
          Perdarahan tanpa adanya prolaps.
        • Stadium 2
          Bantalan prolaps sampai dibawah L. Dentata saat mengedan, hilang spontan, terdapat sekret dan pruritus (gatal).
        • Stadium 3
          Bantalan anus keluar saat mengedan dan tetap di luar sampai direposisi secara manual dan terdapatnya kotoran dalam pakaian dalam.
        • Stadium 4
          Nyeri, prolaps tidak dapat direposisi secara manual. Bantalan interna ditutupi mukosa.

        Gejala Klinis
        • Perdarahan melalui anus
          Darah menetes, merah terang / masif setelah BAB atau tidak hanya setelah BAB pada orang tua.
        • Prolaps Anus
          Dapat tereposisi secara spontan atau didorong secara manual.
        • Nyeri dan rasa tidak nyaman
          Bersama dengan penyakit lain : fissura ani, abses perianal dan keganasan anorektal.

        Diagnosis
        • Pemeriksaan fisik
          1. Inspeksi perianal
            Pada stadium 3 dan 4 mudah terlihat dan pada stadium 2 akan terlihat prolaps ketika disuruh mengedan.
          2. Palpasi
        • Pemeriksaan Penunjang
          1. Anuskopi
            Memastikan diagnosis melihat bantalan anus interna yang berdarah.
          2. Sigmoidoskopi
            Untuk melihat seluruh mukosa rektum.

          Diagnosis Banding
          • Polip
          • Keganasan
          • BID

          Tatalaksana
          • Pencegahan
            1. Menghindari konstipasi kronik.
            2. Mengkonsumsi makanan berserat tinggi.
            3. Menghindari makanan yang pedas.
            4. Menggunakan toilet jongkok.
          • Medikamentosa
            Memakai obat simtomatik nyeri, gatal, salep antiseptik, analgetik,dan vasokonstriktor.
          • Tindakan invasif
            1. Skleroterapi
            2. Rubber Band Ligation (RBL)
            3. Cryotherapy / cryosurgery
            4. Coagulasi infrared / laser
            5. Bipolar Diathermy
          • Tindakan operasi (hemorrhoidectomy
            Prinsip : ligasi dan eksisi.
            Indikasi : pada Hemorrhoid stadium 3 dan 4, terdapat komplikasi.

          Komplikasi
          • Trombosis dan infeksi bantalan vaskuler interna dan eksterna
          • Edema.
          • Anemia defisiensi besi
            Hb < 4 gr%.
          • Dermatitis perianal
            Iritasi oleh karena cairan / mukus.

          Prognosis
          • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

          Sumber
          Gambar (c) google
          Kuliah Pengantar Blog 2.6 FK UA
          Read More..

          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
          0

          Ankiloblefaron dan Simblefaron

          Unknown


          Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi.
          Simblefaron


          Ankiloblefaron merupakan fusi antara palpebra satu dengan yang lain.
          Ankiloblefaron
          Read More..

          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
          0

          Atresia Esofagus

          Unknown Sabtu, 12 Mei 2012


          DOWNLOAD - Atresia Esofagus.pdf 
          cara download   

          Atresia Esofagus dengan atau tanpa fistula trakeoesofagus merupakan suatu kondisi dimana tidak terbentuknya esofagus (kerongkongan) secara sempurna atau memang tidak terbentuk sama sekali.

          Epidemiologi
          • Atresia Esofagus adaalah kelainan bawaan yang umum terjadi.
          • Bentuk yang paling sering ditemui adalah bagian proksimal esofagus mempunyai ujung berupa kantong buntu, sementara bagian distal berhubungan dengan trakea melalui sebuah saluran sempit pada titik tepat di atas percabangan.
          • Angka kejadiannya berkisar pada 1 dari 2500-3000 kelahiran hidup.
          • Terjadi 2-3 kali lebih banyak pada kehamilan kembar.
          • 50% dari Atresia esofagus ini sering disertai dengan kelainan bawaan lain, seperti: kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni, atresia ani), kelainan tulang (hemivertebra).

            Etiologi
            1. Penyimpangan spontan septum esofagotrakealis ke arah posterior
            2. Faktor mekanik yang mendorong dinding dorsal usus depan ke anterior. 

              Klasifikasi
               


              Patofisiologi
              • Respiratory primordium muncul sebagai tonjolan ke arah ventral pada dasar dari postpharyngeal forgut pada awal minggu keempat kehamilan.
              • Trakea yang terletak di ventral menjadi terpisah dengan esofagus yang terletak di dorsal.
              • Pemisahan epitel foregut ditandai dengan peningkatan jumlah sel yang mengalami apoptosis.
              • Perubahan ventral ke dorsal ekspresi forgut ke arah kranial.
              • Defek primer adalah adanya foregut tak-terpisah yang persisten, sebagai hasil dari kegagalan pertumbuhan trakea atau kegagalan trakea yang sudah terbentuk saat memisahkan diri dari esofagus.

                Gejala Klinis
                • Bayi tidak dapat menelan saliva, sehingga saliva akan terkumpul pada saluran yang buntu dan akan menyebabkan saliva banyak mengalir keluar.
                • Bayi tersedak atau terbatuk setelah berusaha untuk menelan.
                • Bayi tidak mau menyusu.
                • Sianosis (kulitnya kebiruan) 

                  Diagnosis
                  • Biasanya disertai hidramnion (60%) dan menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur. Sebaiknya bila dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramnion, hendaknya  dilakukan kateterisasi esofagus, bila kateter terhaenti pada jarak kurang dari 10 cm, maka dapat diduga atresia esofagus.
                  • Bila pada bayi baru lahir timbul sesak nafas yang disertai dengan saliva yang meleleh keluar , harus dicurigai terdapat atresia esofagus.
                  • Segera setelah diberi minum, bayi akan batuk dan sianosis karena aspirasi cairan ke dalam saluran nafas.
                  • Diagnosis pasti dapat dibuat dengan foto toraks yang akan menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras ke dalam esofagus dapat memberi gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini tidak dianjurkan.
                  • Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisik, apakah lambung tersisi udara atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus. Hal ini dapat dilihat pada foto abdomen.

                    Tatalaksana
                    • Pada anaka segera dipasang kateter ke dalam esofagus dan bila mungkin dilakukan penghisapan terus menerus.
                    • Posisi anak tidur tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari pada saliva. Anak dengan fistula trakeoesofagus ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistula diletakkan dengan kepala lebih rendah (posisi trendelenburg).
                    • Anak dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat dilakukan penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrostomi, tergantung pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.

                      Komplikasi
                      • Komplikasi dini : kebocoran (angka kejadian 20%, bisa terjadi tension pneumotoraks), striktur anastomosis (angka kejadian 30%, dilakukan dilatasi dengan endoskopi atau dilatasi balon) dan fistula rekurens (angka kejadian 10%, ditutup dengan jahit primer atau flap dari pericard atau pleura.
                      • Komplikasi lanjut : Gastroesofageal reflux (angka kejadian 40%, terapi dengan medikamentosa atau bedah), trakeomalacia (angka kejadian 10%, terapi dengan aortopexy), dismotilitas esofagus (angka kejadian 60%, terjadi karena abnormalitas inervasi intrinsik, terapi dengan pola makan berkala).

                        Prognosis
                        • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

                          DOWNLOAD - Atresia Esofagus.pdf 
                          cara download

                          Sumber
                          Gambar (c) google
                          Embriologi Kedokteran Langman edisi ke-7
                          Wahidiat, Iskandar. Ilmu Kesehatan Anak 1. 1985. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Ektropion

                          Unknown


                          DOWNLOAD - Ektropion.pdf
                          cara download   
                          Ektropion merupakan kondisi dimana terjadi penurunan dan terbaliknya palpebra inferior ke arah luar.

                          Epidemiologi
                          • Umumnya terjadi bilateral
                          • Sering pada orang tua

                          Etiologi
                          • Ektropion involusional => karena penuaan.
                          • Ektropion sikatrikal => karena jaringan parut.

                          Patofisiologi
                          1. Entropion involusional
                            • Terjadi karena pengenduran muskulus orbikularisokuli karena penuaan atau kelumpuhan Nervus VII
                          2. Entropion sikatrik
                            • terjadi karena kontraktur lamel anterior palpebra.

                          Gejala Klinis
                          • Mata berair dan iritasi
                          • Dapat timbul keratitis (infeksi pada kornea) terpajan

                          Diagnosis
                          • Anamnesis : pasien mengeluh mata perih, berair, merah.
                          • Pemeriksaan Fisik : tampak mata berair, merah, konjungtiva palpebra inferior terlihat jelas dan merah (iritasi, dll)

                          Tatalaksana
                          • Ektropion involusional  => bedah koreksi dengan pemendekan horizontal palpebra
                          • Ektropion sikatrikal => revisi bedah terhadap luka parut dan sering dilakukan pencangkokan kulit.
                          • Ektropion ringan dapat diatasi dengan tindakan elektrokauterisasi yang cukup dalam melalui konjungtiva 4-5 mmdari tepian palpebra pada aspek bawah dari tarsus.

                          Komplikasi
                          • iritasi konjungtiva palpebra, bulbi, dan kornea

                          Prognosis
                          • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

                          Pola pikir
                          • Bila ada pasien mengeluh mata perih, berair, merah => periksa dan pastikan penyebabnya. Bila tampak konjungtiva palpebra inferior menurun secara nyata => rujuk => koreksi bedah.
                          DOWNLOAD - Ektropion.pdf

                          cara download

                          Sumber
                          Gambar (c) google
                          Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Entropion

                          Unknown


                          DOWNLOAD - Entropion.pdf 
                          cara download   
                          Entropion merupakan kondisi dimana terjadi pelipatan margo palpebra ke arah dalam. Normalnya, margo palpebra mengarah ke luar.

                          Etiologi
                          1. Involusi (spastik, ketuaan)
                          2. Sikatrik
                          3. Kongenital

                          Epidemiologi
                          • Entropion  involusional sering ditemukan
                          • Entropion kongenital jarang ditemukan

                          Patofisiologi
                          1. Entropion involusional
                            • Terjadi karena penuaan dan selalu mengenai kelopak mata bawah.
                            • Disebabkan kelumpuhan otot refraktor kelopak mata, migrasi ke atas muskulus orbikularis preseptal, dan melipatnya tepi tarsus ke atas.
                          2. Entropion sikatrik
                            • Dapat mengenai kelopak mata atas dan bawah
                            • Disebabkan oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus
                            • Sering ditemukan pada penyakit radang kronik seperti trakhoma.
                          3. Entropion kongenital
                            • Bedakan dengan epiblefaron:
                              • Entropion : tepi kelopak mata memutar ke arah kornea
                              • Epiblefaron : kulit dan otot pratarsal menyebabkan bulu mata memutari tepi tarsus. Biasanya pada orang Asia.

                          Gejala Klinis
                          • Kondisi margo palpebra yang melipat ke dalam dapat mengakibatkan bulu mata menggesek kornea dan konjungtiva. Reaksi yang timbul adalah seperti sensasi benda asing : mata akan berair, merah, dan teriritasi. Bila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan terjadi perlukaan pada kornea bahkan ulkus.

                          Diagnosis
                          • Anamnesis : gejala sensasi benda asing pada mata.
                          • Pemeriksaan Fisik :
                            • tampak mata berair, merah, dan mungkin juga ditemukan perlukaan bahkan ulkus
                            • jelas terlihat margo palpebra dan bulu melipat ke arah dalam.

                          Tatalaksana
                          • Tindakan sementara : dapat menarik kelopak mata bawah mendekati pipi dan fiksasi dengan 'tape'.
                          • Yang paling efektif : koreksi bedah.

                          Komplikasi
                          • laserasi dan ulkus kornea

                          Prognosis
                          • Bila ditangani dengan cepat dan dapat menghindarkan komplikasi, maka prognosisnya akan baik.

                          Pola pikir
                          • Bila ada pasien mengeluh sakit mata seperti adanya sensasi benda asing => periksa dan pastikan penyebabnya. Bila tampak kelopak mata mengarah ke dalam dan bulu mata menggesek kornea => rujuk => koreksi bedah.
                          DOWNLOAD - Entropion.pdf
                          cara download

                          Sumber
                          Gambar (c) google
                          Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Keratitis

                          Unknown



                          Keratitis merupakan peradangan pada kornea. Dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Entropion dan Ektropion

                          Unknown


                          Tampilan kelopak mata yang normal => margo palpebra melipat ke arah luar, tapi konjungtiva palpebra inferior tidak kelihatan.

                          Entropion => merupakan keadaan dimana margo palpebra melipat ke arah dalam sehingga bulu mata menggesek kornea dan konjungtiva. Hal ini dapat mengakibatkan laserasi dan ulkus pada kornea dan konjungtiva tersebut.

                          Ektropion => kondisi dimana terjadi penurunan dan terbaliknya palpebra inferior ke arah luar sehingga ada bagian mata yang seharusnya ditutupi palpebra inferior menjadi tak tertutup lagi dan konjungtiva pars palpebra inferior menjadi terlihat. Hal itu juga akan menimbulkan iritasi pada bagian mata tersebut (konjungtiva palpebra dan bulbi, serta kornea).
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Sistem Pencernaan

                          Unknown Kamis, 10 Mei 2012


                          Anatomi

                          Fisiologi

                          Histology

                          Kelainan Kongenital pada Sistem Pencernaan
                          1. Labiopalatoskisis
                          2. Atresia Esofagus
                          3. Atresia Duodeni
                          4. Penyakit Hirschprung
                          5. Anus Imperforata (atresia ani)

                          Kelainan yang didapat pada Sistem Pencernaan
                          1. Hernia
                          2. Hemorrhoid
                          3. Fisura Ani
                          4. Gastritis
                          5. Ulkus peptikum

                          Neoplasma
                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          MP3 Kesukaan

                          Unknown Jumat, 04 Mei 2012


                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Color Atlas of Biochemistry



                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          4

                          Cytology, Hystology, and Microscopic Anatomy



                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Embriologi Langman



                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Digital Histologi



                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Harry Potter and The Half Blood Prince

                          Unknown


                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Harry Potter and The Deathly Hallows

                          Unknown


                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                          0

                          Harry Potter and The Order of The Phoenix

                          Unknown


                          Read More..

                          Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
                           
                          Copyright 2010 Catatan Mahasiswa FK